Rebah di Pojokan

Rebah di Pojokan - 12 Februari 2018 - unsplash.com [1].jpg
pict: unsplash.com
Kalo di kontrakan ada Luffy, di kost-an ane juga punya Marry. Walaupun nggak seimut Luffy karena emang dari segi jenis aja kiblat mereka udah beda, setidaknya Marry punya kelakuan yang lebih jelas. Nalurinya sebagai kucing kampung sepertinya punya familiaritas yang pas buat diadopsi jadi hiasan di kost-an.

Marry, kucing kampung yang sok imut itu dating menawarkan diri untuk jadi bahian kost-an. Berbeda dengan Luffy, dia bener-bener didatengin buat jadi peliharan  di kontrakan sana. Luffy berbayar, Marry geratisan. Meski begitu keduanya tetep sama-sama kucing. Meski perlakuan buat keduanya jelas berbeda. Luffy bener harus “diawasi,” sedangkan Marry, entahlah. Kucing ini bisa nyari makan sendiri—kalo ke-13 majikannya itu lupa ngasihin makan.

Bicara soal perawatan dan segala tetek serta bengek cara memelihara, ya seperti udah ane bilang tadi; untuk keduanya berbeda. Tentunya bukan karena bentuk diskriminatif yang tak berperi kekucingan, ini cuma kemurnian bentuk dari cerminan perekrutan keduanya. Proses “negosiasi”-nya saja berbeda. Jadi, tolong… jangan protes! Apalagi sampe bawa-bawa HAK (Hak Asasi Kucing). Ok? Deal!

*  *  *

Nah, enggak cuma Luffy yang punya cerita, tapi Marry juga punya kisahnya sendiri. Sore (10 Februari 2018) kemarin, ane bali ke kost-an setelah bergelut sama yang RAHASIA di tulisan sebelumnya. Motor ane geber lembut masuk melewati gerbang kost-an: berupa gang mungil yang kurang-lebih memanjang sampe 10 meter menuju beranda bandara.

Sampai di teras, ane dikagetin sama dua sosok penampakan yang udah main ngejogrok bareng. Dua orang itu: adalah Bang Ngehong si sepuh kost-an dan Jinade yang baru balik dari Jepang buat ngehabisin masa magangnya di negeri sakura itu. Ya, poros kejut itu ada pada sosok Jinade, khususnya. Tanpa ada kabar berita kapan waktu kepulangannya, tentu bagi ane pribadi atau bahkan temen-temen yang lain, ini mengejutkan.

Sesudah motor ane parkir dengan mengadopsi gaya yang kebetulan rapi, jelas ane ngelakuin salah satu hal yang klise. Bersalaman, lalu menyapa dengan gaya! Tepuk pundak dan, you know lah… bagaimana kelanjutannya. Ya saling maki, ini beda nih, bukan pake gaya, tapi dengan tangga nada yang termaktub di dalam sebuah kitab kumpulan canda di kost-an tercinta.

Pendek kata, setelah berlaru-larut dalam acara persenggamaan “selamat datang” itu, pada akhirnya Jinade langsung berinisiatif buat ngadain sebuah pesta bakar ikan. Pesta kecil-kecilan itu, dibuat Jinade karena merasa rindu sama pesta bakar ayam tahun lalu. Enggak cuma sebagai inisiator, beliau juga merangkap jabat selaku “investor” yang nyanggupin saham mayoritas ke dalam kantungnya. Itung-itung sebagai oleh-oleh buat semuanya, katanya.

Mendengar rencana itu, Bang Ngehong kelihatan semangat dan Ane sumringah karena memang belum makan siang. Ane pikir ini adalah ide ciamik dari Jinade. Balik dari tempat rantau lapisan kedua, sepertinya dia sudah memahami bagaimana bentuk atau tanda-tanda orang yang belum dapet asupan gizi. Tak butuh waktu lama, desas-desus pesta bakar satu kost-an berubah bentuk menjadi persepsi umum. Kemudian, nyata!

*  *  *

Alhasil, pesta bakar benar-benar dimulai. Bahan-bahan masak sudah disiapkan. Bang Ngehong, secara tak langsung didapuk jadi ketua panitia. Opek karena jago masak, langsung didapuk sebagai koki utama. Temen-temen yang lain, bergerak fleksibel di antara kedua poros tadi. Ada yang pulang pergi ngumpulin bahan utama, dan bumbu-bumbu, ada yang ngebongkar dapur dan gudang kost-an buat alat pembakaran, ada yang ngebantu sang koki, dan ada juga yang langsung ada di bawah komando Bang Ngehong; yakni ngejaga keamanan prosesi acara dari gangguan-gangguan yang tidak diinginkan. Gangguan dari seekor Marry.

“Weh, itu awasin Marry Jane itu, jangan sampai ini diemmbat, nih,” begitu kata Bang Ngehong sembari sibuk sama ikan di tungku bakaran. Oh ya, Marry Jane itu nama lengkap si Marry. Nama itu langsung dikasih Bang Ngehong. Bisa dibilang, majikan utamanya, ya Bang Ngehong. Dia oranglah yang paling rajin ngasihin makan, plus dari kabar yang ane himpun, dia jugalah yang ngeliat kucing betina mungil itu pertama kali. Sedikit berbeda sama Luffy, Marry selangkah lebih unggul di bagian nama lengkap. Hahaha.

Rebah di Pojokan - 12 Februari 2018 by unsplash.com [2].jpg
pict: unsplash.com
Sepanjang acara, pengawasan terhadap gerak-gerik Marry tidak kesulitan. Cukup sekali larangan saja Marry udah mau nurut. Matanya natap tajem ke sebuah baskom berisi gerombolan ikan-ikan air tawar. Marry mungkin sudah paham soal larangan dan sosoknya yang terus diawasi. Paham bahwa nalurianya dibungkam, kucing berbelang tiga warna bulu itu nyoba ngejaga jarak jangkauannya. Mukanya memasang tampang melas diiringi beberapa auman kecil yang ane tangkap sebagai sebuah tanda dengan kode nama: Minta Bagian.

*  *  *

Di tengah keseruan segmen pra-makan itu, Jinade tiba-tiba lenyap. Keberedaannya benar-benar tidak diketahui. Marry yang diawasi, justru sang pemilik saham mayoritas yang malah ngilang tanpa kabar. Kedua poros beserta kita yang menjadi bagian di titik-titik edarnya kebingungan. Meski begitu, acara mesti lanjut, kata si Ali, bersikeras karena ngaku udah ileran kebelet makan. Dengan harapan, Jinade kembali menampakan diri tepat ketika semua ikan siap buat dieksekusi.

Sekian lama menunggu, sampai semua siap disantap pun batang hidung Jinade belum juga muncul. Marry masih keep sok cool mensiasati desakan naluriahnya, dan si Ali tetap teguh dengan pendiriannya. Ali juga sempat berdiskusi sama Bang Ngehong tentang ini. Karena menag jumlah suara, acara santap makan terpaksa dimulai tanpa kehadiran Jinade. Nah, ada yang tahu ane ada di kubu mana? Bang Ngehong atau Ali si pengagum Vespa?

Oke lanjut, setelah prosesi makan-makan kelar, yang ditunggu-tunggu belum juga hadir. Untung, meski tadinya bersikeras, Ali mematok solusi kalo-kalo si inisiator itu belum datang juga. Tinggalin sepiring nasi dan seekor ikan bakar utuh dengan sambal segar hasil ulekan sang koki kost-an. Kita makan dengan riang tapi sayangnya, riangnya itu riang yang tanggung. Ngganjel, bok!

Khusus untuk Marry, apa yang sedari tadi diharapkannya berbuah nyata di menit-menit akhir acara. Tulang-tulang ikan memang dominan disediain spesial buat Marry, walaupun begitu, kunyahannya terlihat jauh lebih lahap ketimbang makanan kucing hasil pabrik yang dibeliin khusus. Melihat pemandangan itu, ane makin percaya kalo seafood, terutama ikan merupakan salah satu menu favorit para kucing.

*  *  *

Setelah Marry Jane selesai makan—makanannya tak habis—dan kekenyangan, iya rada kebingungan mencari tempat. Areal teras penuh dengan orang-orang yang juga bernasib sama; kekenyangan. Di rasa paling mentok mungkin, Marry ngejogrok bobo manis di areal parkiran kost. Kucing itu terpejam, tubuhnya rubuh: merebah tepat di pojokan terjauh. Mengasing dari para majikannya yang bising. “Mentang-mentang udah kenyang, malah resek, Bangs*t!” Ane ngebayangin kalo MJ mencaci kami semua disela waktu percobaan tidurnya.

“Marry, udah kenyang tidur. Dasar kutjing!” Ali, membengis.

“…” tak ada respon dari temen-temen yang sibuk sendiri-sendiri, termasuk ane. Boim dan Opek mendadak berebut kuasa atas operator musik latar, Soni mainin game Mobile Legend bareng Alzi, Ane sendiri milih melamun di pojokan seberang: mikirin tulisan apa yang bisa lahir dari cerita ini, Bang Ngehong bareng Erik plus Kang Ebby kebetulan sedang enggak berada di waktu kejadian ketika Ali ngomelin Marry, Adam entah sibuk apa mantengin layar ponselnya, sedangkan Dolli dan Bang Agus tentu nggak hadir karena pulkam.

“…” Ali, kikuk sedikit salting kalo ane perhatiin. Mukanya emang khas kalo terjangkit virus bingung mendadak. Hahaha.

Tak… Tik… Tok… Waktu terus berlanjut dengan damai dan penuh kebahagiaan. Skip cerita, Jinade tiba-tiba muncul di waktu petang selepas jauh dari acara bakar-bakaran itu beneran usai. Sebelum jatah menunya diberikan, Jinade harus menjawab alasan mangkirnya dari acaranya “sendiri” yang dinilai illegal, dan kurang etis sebelumnya. “Habis nontonin Dilan di exex-wan barusan,” katanya; rada simple kelewatan. Buajjjjiggurrr, anj*y! Hahaha. [ara]

9 thoughts on “Rebah di Pojokan

Leave a comment