BBM dan Bidak Domino Yang (Mungkin) Dilupakan

Efek Domino

Baru-baru kemarin ini saya (sebagai anak kost) mendengar kabar bahwa akan dinaikkannya harga BBM, namun secara tiba-tiba disaat injury time, rencana itu dibatalkan. Sungguh, saya tidak terlalu mengerti dengan apa alasanya, Kenapa dibatalkan? Hitung-hitungan logisnya bagaimana? Entahlah. Tapi yang jelas tidak ada yang terlihat menggelar demonstrasi diperempatan jalan ketika rencana kenaikan ini, aliran penolakan juga tidak seramai dulu. Bisa dikatakan rencana ini “gagal” mengundang demonstrasi dari publik.

Saat rencana BBM ini akan dinaikkan, undangan itu terlihat sepi dari protes atau penolakan. Nah, yang membuat saya bingung adalah, disaat rencana kenaikan BBM “gagal” mengundang aliran protes, justru pemerintah (dan pertamina) “bermain-main” membatalkannya. Apakah rencana itu hanya untuk menguji reaksi publik saja? Disaat aliran kritik dan protes penolakan berdatangan, pemerintah justru “histeris” untuk tetap menaikkan harga.

Di lain sisi, pembatalan itu mungkin cukup berimplikasi baik lah, karena bidak-bidak domino yang jatuh bisa dibangunin lagi. Hah? Domino? Ya, BBM seperti efek domino, bukan? BBM seperti bidak pertama, kemudian jika dijatuhkan akan berdampak pada bidak (Sektor) lainnya, alias ikutan jatuh. Tapi di sisi yang lain, dari batalnya kenaikan itu tentu akan menyerang opini publik juga, bukan? Dengan kata lain, bidak domino yang disebut “kredibilitas” pemerintah akan kembali turun di mata publik Indonesia. Lalu, dominonya?

Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan sikap pemerintah yang batal menaikkan harga bahan bakar minyak mengindikasikan gagalnya komunikasi antar semua pemangku kepentingan di lingkungan pemerintah. Dengan kondisi ini tim ekonomi harus segera dievaluasi.

“Ini tunjukkan sikap keragu-raguan, kurang mantap. Harusnya direncanakan dulu matang. Kalau tidak mau dinaikkan seharusnya tidak diumumkan terlebih dahulu,” ujar Agus Hermanto. (Viva.co.id, 15/5/2015)

Publik, akan menilai pemerintah seakan bermain-main, tidak memiliki koordinasi yang baik, bahkan yang lebih ngeri lagi, pemerintah akan dianggap (maaf) amatir. Mungkin dari batalnya kenaikan ini, pemerintah masih bisa mengembalikkan bidak domino beberapa sektor lainnya seperti, sembako dan kawan-kawannya. Tapi, belum tentu dengan kredibelitas pemerintah di mata publik. Bidak inilah yang sulit dikembalikan ke posisi aslinya, butuh waktu yang tidak singkat. Mungkin bidak ini tidak terlalu mempengaruhi jalannya roda pemerintahan. Tapi, masih berani tega nyakitin hati publik yang udah serius-serius mempersiapkan diri menyambut kenaikan BBM ini? Masyarakat telah mempersiapkan diri menyambut kenaikan harga BBM itu seperti anak SMA yang akan melaksanakan UN.

Saya percaya, pemerintah pasti paham dengan efek domino dari problem klasik ini. Tapi, apakah bidak “public trust” ini tidak luput dari perhatian? Setiap kali BBM akan naik, secara tidak langsung pemerintah sudah menyerang “public interest” itu. Kadang saya seringkali mendengar keluhan Aa’ Burjo karena beras akan naik lagi, keluhan para pengguna angkutan umum karena tarif angkutan naik, dan bahkan manajemen hotel besar pun juga ikut berkeluh kesah karena BBM. Saya rasa pemerintah harus mulai ikut memasukkan istilah “public interest” dalam kamus pertimbangannya. Jangan main-main lagi. Jika dilihat dari kasus ini, koordinasi antar entitas di tubuh pemerintah sudah barang tentu mesti dibenahi.

Ini bukan soal apakah pembatalan ini benar atau salah. Pemerintah dan juga Pertamina pasti punya alasannya. Tapi, masalahnya adalah tereksposenya sikap tidak professional, sikap ragu-ragu, sinkronasi yang buruk ditubuh pemerintahan itu. Ekspose inilah yang membuat runtuhnya kredibilitas pemerintah di mata publik, dan sekali lagi, bidak domino inilah yang membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk mengembalikannya ke posisi semula.

Saya atau mungkin kita berharap, fenomena ini tidak terjadi lagi diwaktu-waktu yang akan datang. Kalau bukan pemerintah siapa lagi yang harus dipercaya oleh publik? Bukannya Pemerintah dan Masyarakat harus berkenan untuk seirama? Begitu indahnya jika setiap kebijakan pemerintah mendapat restu dari rakyatnya, bukan? Nah, Untuk saat ini pemerintah harus (mau) memberikan pemahaman yang merata pada publik, “kenapa kenaikan BBM itu tertunda?” demi menutup tumbuh kembangnya persepsi negatif dari publik terhadap kinerja pemerintah. Sekali lagi, bidak domino yang disebut “kepercayaan publik” ini tidak boleh dilupakan lagi. SEKIAN.

#CMIIW

5 thoughts on “BBM dan Bidak Domino Yang (Mungkin) Dilupakan

  1. menurut saya pribadi sebagai orang awam soal ginian, sebenernya ngga masalah sih bang tentang kenaikan BBMnya meski itu bikin beberapa kebutuhan sedikit naik. kalo misalnya ada manfaat yang bisa diliat/dirasakan langsung oleh rakyat kecil dari hasil pemangkasan subsidi BBM itu, misalnya untuk pendidikan, perbaikan jalan ataupun yang lain. 🙂

    Liked by 1 person

    1. saya juga sebenarnya gak terlalu masalah dengan kenaikan BBM, bang… hanya saja ada sedikit blunder yang dilakukan oleh Pemerintah + Pertamina… pembatalan rencana kenaikan di saat “injury time” itulah yang menarik bagi saya… dampak immateril (distrust) dibalik putusan itu cukup terlihat, bukan ? #CMIIW

      BTW, trim’s kunjungannya, bang… 🙂

      Liked by 1 person

      1. Yo’i bang, sepertinya pemerintahan yang sekarang ini demen banget bkin gituan, wkwkwk, kalo diperhatiin opini bang Harry bener juga sih, mereka keliatan seperti menguji respon publik doang, XD #sambilnmakangorengan

        Like

Leave a comment